Perselisihan Orangtua Siswa dengan Guru Tak Perlu Ke ranah Hukum
Tindakan guru menghukum murid secara fisik tidak patut dibawa ke pengadilan sepanjang itu dalam konteks mendidik. Lebih baik kasus tersebut diselesaikan secara musyawarah, sesuai dengan budaya bangsa kita. Namun, guru juga hendaknya kreatif dalam memberikan sanksi fisik.
Demikian pandangan budayawan Radhar Panca Dahana dan cendekiawan Komarudin Hidayat saat dihubungi secara terpisah, Jumat (15/7), di Jakarta. Menurut catatan Kompas, setahun terakhir, sejumlah tindakan guru terhadap murid menjurus ke ranah hukum. Tak sedikit kasus yang dibawa ke pengadilan. Kasus terakhir terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur. Guru agama di SMP Raden Rachmat, Samhudi, dituntut enam bulan penjara akibat mencubit muridnya (Kompas, 15/7).
Menurut Radhar, langkah orangtua SS melaporkan peristiwa pencubitan itu kepada polisi berlebihan dan reaktif. Sebaiknya pihak orangtua siswa dan sekolah menempuh cara musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. ”Musyawarah adalah bagian dari kehidupan bangsa kita. Sebaiknya cara itu diutamakan,” ujarnya.
Ia menuturkan, kedua pihak hendaknya melihat persoalan secara proporsional sehingga mendapat solusi yang lebih tepat. ”Jika polisi sampai terlibat pada kasus di sekolah, saya rasa terlalu jauh. Kita terjebak pada budaya egosentris dan melupakan kearifan tradisi bangsa yang cinta damai,” ucapnya.
Namun, Radhar pun mengingatkan perlunya batasan hukuman fisik bagi siswa. Jangan sampai menimbulkan luka atau cedera. ”Sanksi kultural sebetulnya tidak cukup hanya lisan, tetapi juga bisa melalui hukuman fisik yang wajar. Itu sebuah peringatan agar anak lebih baik ke depannya,” kata Radhar.
Sementara itu, Komarudin mengingatkan agar guru tak melakukan kekerasan fisik. Namun, ketika terjadi kekerasan fisik, seperti mencubit murid dan diadukan sampai ke pengadilan, itu juga berlebihan.
Perilaku murid yang tidak patuh terhadap guru, menurut Komarudin, juga sangat mungkin disebabkan kekerasan nonfisik atau nonverbal oleh orangtua. Murid yang kurang kasih sayang dari orangtua ini kurang mendapat perhatian.
Hal senada dikemukakan Wuryadi, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menilai, perselisihan antara guru dan orangtua sebaiknya diselesaikan lewat musyawarah sehingga tidak perlu dibawa ke ranah hukum.
Di sisi lain, para guru juga harus melakukan introspeksi saat mengajar di sekolah agar tidak merasa berhak memberikan hukuman apa pun kepada muridnya.
Wuryadi menilai, perselisihan antara guru dan orangtua itu terjadi karena kekurangpahaman sang guru dan orangtua. Di satu sisi, guru merasa berhak melakukan segala hal kepada muridnya, termasuk memberikan hukuman secara semena-mena.
”Dalam pendidikan, hukuman itu perlu untuk menunjukkan bahwa murid telah berbuat salah. Namun, bentuk hukuman itu harus sesuai dengan kesalahan murid,” katanya. Di sisi lain, orangtua kurang memahami esensi hukuman dalam proses pendidikan.
Samakan persepsi
Pakar pendidikan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Aswandi, menilai, pihak sekolah hendaknya meningkatkan komunikasi dengan orangtua murid agar memiliki persepsi yang sama mengenai proses pendidikan. Permasalahan itu muncul karena komunikasi antara orangtua murid dan guru tidak efektif.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo Mustain Baladan mengatakan, upaya meningkatkan pemahaman pendidik tentang sanksi yang bersifat edukatif sebenarnya sudah dilakukan melalui pelatihan dan sosialisasi. Namun, sebagai manusia biasa guru terkadang terpancing emosi, terutama ketika sanksi berupa teguran dianggap tak cukup.
Ketua PGRI Jatim Ichwan Sumadi mengatakan, tahun ajaran baru yang akan dimulai Senin (18/7) hendaknya menjadi momentum untuk memperbaiki dunia pendidikan, terutama hubungan pendidik dengan wali murid. Apalagi, sudah ada imbauan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar orangtua mengantarkan anaknya pada hari pertama masuk sekolah.
Sementara itu, kasus hukum S (39), orangtua murid yang menggunting rambut seorang guru di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, berakhir damai.. Hal itu dikemukakan Kepala Kepolisian Sektor Terentang Inspektur Satu Bukhari.
Sumber: Kompas Cetak, 16 Juli 2016
(C08/NAW/NIK/ESA/HRS)
Post a Comment for "Perselisihan Orangtua Siswa dengan Guru Tak Perlu Ke ranah Hukum"