Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendidikan Vokasi dan Kewirausahaan

Dalam beberapa kali terbitannya, harian Kompas menyoroti ihwal pengembangan pendidikan vokasi yang sedang dirumuskan oleh pemerintah. Revitalisasi tersebut dilakukan demi meningkatkan daya saing tenaga kerja dan tersedianya para pekerja yang terampil dan terdidik yang dibutuhkan oleh industri.
Sayangnya, cara pandang pemerintah masih sangat sempit. Pendidikan vokasi masih ditempatkan sebatas penyuplai tenaga kerja bagi industri. Alhasil, arah pengembangan terus-menerus mengejar gerak industri. Itu berarti pendidikan vokasi harus adaptif dengan industri.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana bila perekonomian terguncang dan industri berguguran? Bukankah pengangguran akan berlimpah dan permasalahan tersebut menjadi beban negara? Pertanyaan berikutnya, bagaimana negara ini mampu mengejar ketertinggalannya dengan bangsa-bangsa lain bila rakyatnya terus-menerus dididik menjadi pekerja?
Bila pola pikir pemerintah masih cenderung konservatif dalam upaya pengembangan pendidikan vokasi, sulit diharapkan akan membawa perubahan yang berarti dalam mengejar cita-cita untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Karena itu, sudah saatnya pendidikan di Indonesia tidak lagi terus-menerus menjadi subordinat industri (pasar), tetapi seyogianya mampu memberikan warna dan menggerakkan arah industri.
Selama ini, data membuktikan bahwa lulusan vokasi, misalnya SMK, selalu kalah bersaing dengan lulusan SMA dalam mendapatkan pekerjaan. Pada 2015, persentase pengangguran lulusan SMK tercatat paling tinggi, yakni 12,65 persen, sedangkan lulusan SMA sebesar 10,32 persen (BPS, 2015).
Konsep kesesuaian antara program studi di SMK dan kebutuhan industri (link and match) hanyalah jalan pintas yang bersifat jangka pendek untuk mengurangi angka pengangguran. Namun, konsep tersebut tidak moderat karena hanya mengandalkan kemampuan industri untuk menampung lulusan sekolah kejuruan tersebut.
Idealnya, pengembangan vokasi, baik itu SMK, akademi komunitas, maupun politeknik, harus diarahkan pada penguatan kewirausahaan. Sebab, pada prinsipnya, dengan keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh lulusan pendidikan vokasi, mereka bisa dipakai untuk mengembangkan diri menjadi wirausahawan.
Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengembangkan kewirausahaan Lagi pula, jumlah wirausahawan nasional kita hanya 1,56% dari jumlah penduduk. Padahal, Singapura sudah 7% dan Malaysia 5 persen. Oleh karena itu, mendidik calon-calon wirausaha sejak dini merupakan keharusan demi mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain dan untuk menggeliatkan perekonomian nasional.
Perpu pendampingan
Untuk itu, wacana perubahan kurikulum pada pendidikan vokasi harus masuk pada persoalan substansi. Artinya, bukan hanya bicara bagaimana mengedepankan praktik lebih banyak daripada teori, melainkan juga bagaimana membangun sebuah bisnis dan memasarkan hasil keterampilan dan keahlian yang dimiliki para peserta didik kepada masyarakat luas.
Kerja sama dengan industri bukan hanya sebatas bagaimana peserta didik dapat praktik langsung di lapangan dan di kemudian hari dapat bekerja di industri yang bersangkutan, melainkan lebih ditekankan pada upaya pembelajaran bagaimana industri tersebut bisa berjalan. Artinya, bukan hanya transfer teknologi, melainkan juga transfer pengetahuan yang lebih komprehensif dan memiliki nilai tambah.
Lebih lanjut, industri dapat menjalankan program inkubasi dan memberikan pendampingan kepada lulusan-lulusan pendidikan vokasi. Hal ini karena pada prinsipnya industri juga membutuhkan pasokan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk proses produksinya. Tidak tertutup kemungkinan beberapa kebutuhan dari industri besar disediakan oleh wirausaha muda hasil pendampingan dari industri yang bermitra dengan sekolah atau kampus.
Selanjutnya, pendanaan menjadi bagian yang ikut menentukan sukses tidaknya program kewirausahaan dalam pendidikan vokasi. Oleh karena itu, baik Kemdikbud maupun Kemristek dan Dikti harus menggandeng perbankan, khususnya bank- bank BUMN agar lebih mudah berkoordinasi. Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga perlu dilibatkan selaku pembina usaha-usaha kecil menengah dan fasilitator bagi tumbuh kembangnya wirausaha nasional.
TULUS SANTOSO
Pengajar di Institut STIAMI Jakarta; Tenaga Ahli Anggota Komisi X DPR

Post a Comment for "Pendidikan Vokasi dan Kewirausahaan"